Senin, 03 Agustus 2009

Percaya (Trust) itu Ternyata Tidak Mudah

Tamarchya, gadis kecilku - si bungsu, lagi senang-senangnya berenang. Hampir setiap aku pulang kantor, ia selalu berkata,

"Mama, kapan-kapan kita berenang ya. Marchya lagi kepengen banget nih."

Meski sudah sejak usianya 1 tahun (sekarang 5 tahun) aku sudah mengajaknya dan kedua kakaknya berenang (dan ia menyukainya), tapi baru belakangan ini ia menjadi sangat-sangat tergila-gila. Juni lalu, tepatnya tanggal 22 hari Sabtu, masih minggu-minggu awal liburan sekolah tahun ajaran baru, kami berenang ke Water Boom Pantai Indah Kapuk. Seperti taman air lainnya, banyak permainan air yang menarik. Tetapi di sini agak berbeda, anak yang masih kecil wajib mengenakan baju pelampung - gratis.

Abang Ren Sigap Melindung Adiknya


Mulanya ia hanya menganggap baju pelampung itu sebagai asesoris. Dengan bangga ia mengenakannya, dan sambil bergaya ia minta difoto, keren..... Tetapi Ren abang sepupunya, menunjukkan padanya kegunaan lain pelampung (selain membuatnya lebih keren). Dan... Marchya takjub melihat bagaimana Ren dapat mengapung dengan santai.

Marchya pun mengikuti apa yang dilakukan Ren, mencoba mengangkat kakinya dan mengapungkan tubuhnya... dan berhasil ! Wuih... Marchya bisa mengapung.
Sudah Pede dengan Pelampungnya

Ia pun semakin berani untuk mencoba mencelupkan seluruh wajahnya ke dalam air sambil mengapung menirukan gaya abangnya.

Dan... ternyata asyik....!

Setelah itu ia menjadi sangat suka mengapungkan badannya, mencelupkan dan mengangkat kepalanya dari air, serta menggerakkan kedua kaki dan tangannya seolah ia bisa berenang...


Bangga Berenang dengan Pelampungnya

"Hmmm lucunya....."

Dua minggu setelah itu, sebelum masa liburan sekolah berakhir, kami menginap di Puncak (meminjam villa milik kerabat). Marchya sangat antusias, karena......ada kolam renangnya !

Selama menginap di Puncak, Marchya dan Ren senang sekali. Rencana untuk berjalan-jalan ke Taman Safari atau Taman Bunga Nusantara atau tempat-tempat wisata lainnya menjadi tidak menarik lagi. Tidak ada yang bisa mengalahkan berenang. Bangun pagi, kalau tidak diberi syarat harus makan dulu, pasti maunya segera 'nyemplung di kolam renang. Kalau tidak dibatasi, pasti bisa seharian. Bangun tidur siang (kalau tidak disuruh mana ingat tidur siang), maunya langsung berenang.

Berenang sudah menjadi hobby favorit buat Marchya dan Ren. Dengan pelampung di kedua lengannya, mereka berenang ke sana ke mari mengayuhkan kaki dan tangannya, seolah-olah perenang yang sudah sangat mahir. Marchya yang juga mengikuti les balet, mencoba menggabungkan gaya baletnya saat mengapung. Melenggak-lenggokkan tubuh, tangan dan kakinya, kecipak-kecipuk memercikkan air ke sana ke sini...

"Hmmm... heboh sekali... ! "

Sebenarnya, kami sudah sering pergi berenang. Tetapi setiap kali berenang, ia tidak pernah jauh-jauh dari tepi kolam. Kalaupun ia berhasil kuajak ke tengah, maka kedua lengannya melingkar erat di leherku. Maka kami pun 'berenang' dengan berpelukan.

Aku selalu protes dengan gaya berenangnya ini.
"Kalau gini nih, kita bukan berenang tapi berpelukan. Kalau berpelukan, nggak usah di kolam renang, di rumah aja deh," demikian protesku padanya.

Marchya diam saja mendengarku berkata begitu. Tangannya tetap saja melingkar erat di leherku.

"Marchya percaya nggak sih sama Mama ?" tanyaku.
Dengan suara lirih hampir tak terdengar, Marchya menjawab, "Percaya, Ma !"
"Marchya percaya kalau Mama tidak akan membiarkan Marchya tenggelam ?" tanyaku lagi menegaskan.
"Percaya, Mama, " jawabnya ragu dan pelan.
"Kalau gitu, biarkan Mama pegang pinggang Marchya dari belakang supaya Marchya bisa belajar berenang. OK ?"
"Iya, deh !" katanya terpaksa.

Ketika aku membalikkan badannya dan mencoba memegang pinggangnya dari belakang, dengan cepat ia pun berbalik menghadapku, lalu tangan eratnya kembali melingkar di leherku. Marchya tidak mau, tepatnya tidak berani. Dan hal ini selalu terjadi berulang-ulang, setiap kali kami berenang. Meski kemudian aku sudah membelikannya pelampung pun, ia tetap lebih senang berpeluk erat padaku (meski sudah mengenakan pelampung).

Sampai akhirnya peristiwa di Water Boom PIK itu merubah kebiasaannya itu.

Sejak berenang di Water Boom Pantai Indah Kapuk itu, ia menyadari bahwa dengan adanya pelampung ia tidak tenggelam (setelah melihat bukti abang sepupunya Ren bisa mengapung). Sejak itu ia mulai berani dan senang mencoba berbagai gaya berenang (ala Marchya). Gaya bebek, gaya balerina, macam-macam gaya diperagakannya.

Sekarang, dengan bangga ia sudah bisa berkata, "Marchya sekarang sudah bisa berenang !"

Ia menjadi sangat tergila-gila pada berenang.

Ia pun selalu berkata, "Marchya sekarang sudah percaya sama Mama ! Marchya sekarang sudah pintar berenang karena Marchya sekarang percaya sama Mama".


Dari Marchya aku belajar :

1) Percaya membutuhkan pengetahuan yang cukup terhadap fakta-fakta terhadap apa dan siapa yang kita percayai. Marchya percaya padaku, karena dalam hidupnya ia sudah membuktikan bahwa ia sangat mengenal aku dan percaya bahwa aku - mamanya - tidak akan melakukan yang buruk terhadapnya.

2) Percaya tidak cukup dengan mengatakan di mulut saja atau bahkan tidak cukup dengan menyatakannya di dalam hati. Meski aku mamanya, sehingga di mulut dan di hatinya Marchya bisa berkata bahwa ia percaya padaku, tetapi ia tetap saja tidak berani melepaskan pelukannya dan membiarkan aku memegang pinggangnya untuk mengajarkannya berenang. Bahkan meskipun aku sudah memberinya pelampung ditambah keberadaaanku di sampingnya, ia belum cukup 'trust'.

3) Percaya membutuhkan 'trust', sungguh-sungguh percaya dalam tindakan nyata. Ketika Marchya membuktikan rasa percayanya dalam bentuk tindakan nyata, maka ia pun dapat menikmati hasilnya. Dalam hidupku, aku pun seringkali berbuat sama dengan yang dilakukan Marchya. Mengaku percaya kepada Tuhan, tetapi tetap saja seringkali aku masih punya keraguan untuk mempercayakan seluruh hidupku padaNYA. Kataku, "Tuhan, tolong aku !" Tapi ketika Tuhan mencoba memegangku, aku masih sibuk dengan logika berpikirku, dan tak berani berserah pada pimpinanNYA.

Semoga kepercayaan Marchya semakin bertumbuh, sehingga suatu saat nanti, tanpa pelampung pun ia mau mencoba terus belajar berenang. Semoga ia semakin percaya bahwa tanpa pelampung pun, ada aku di sampingnya yang akan selalu membantunya bila ia hampir tenggelam, dan akan terus di sampingnya sampai akhirnya nanti ia benar-benar bisa dilepas untuk berenang sendirian.

Belajar dari Marchya, semoga iman dan percayaku padaNYA pun terus bertumbuh, sehingga dengan sungguh-sungguh, dengan segenap hati, pikiran, perkataan dan tindakanku aku membuktikan iman percayaku dan dapat mempercayakan seluruh hidupku pada rencana Tuhan - sungguh-sungguh 100% (please help me, God).

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar