Kamis, 21 Oktober 2010

Yang Tak Boleh Kudelegasikan

Jakarta 16 Oktober 2010
Gadis sulungku kini sudah 14 tahun, sudah ABG.
Masih segar dalam ingatanku saat ia hadir dengan lengkingan tangisnya seakan menyapaku.
Masih berlumuran darah, dokter Sumanadi meletakkan tubuh mungilnya di tanganku, kemudian memotong tali pusarnya. Dokter Sumanadi seolah memberi kesempatakn untukku untuk memeluk dan menciumnya sesaat setelah anakku keluar dari rahimku.
Masih kuingat perasaanku yang campur aduk.
Takjub, melihat seorang bayi yang berada di perutku selama sembulan bulan akhirnya kulihat keluar dari tubuhku.
Haru, karena bayi itu adalah darah dagingku.
Aneh, saat menyentuh tubuh licinnya, kenyal-kenyal seperti balon diisi air.
Lelah, karena sudah lebih dari 2 hari aku tidak bisa tidur merasakan kesakitan.

Hmm... empat belas tahun sudah aku menjadi seorang ibu. Kini aku memiliki tiga gadis-gadis manis anugerah dari Tuhan.

Sudahkah aku menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku ?
Apa yang sudah kulakukan untuk pertumbuhan mereka ?

Banyak hal yang masih belum kulakukan. Banyak yang belum mampu kuberikan kepada mereka di dalam hari-hari mereka, terutama karena waktu yang dapat kuberikan untuk mereka sangat sedikit. Tak jarang rasa bersalah muncul, ketika di dalam dilemmaku, akhirnya aku memutuskan meninggalkan mereka demi sebuah rapat yang penting. Tidak jarang pula, saat mereka sakit, aku hanya sempat mengantarkan ke dokter, dan harus segera meninggalkannya setelah semua obat-obatan kuperoleh dan kusuapkan. Kemudian dengan tergesa aku meninggalkan dalam tidurnya.

Namun demikian, di sela-sela waktuku yang tidak banyak, aku berusaha berjanji di dalam hatiku untuk sedapat mungkin mengisi pertemuan kami dengan kualitas hubungan yang baik. Terkadang janji hatiku kutepati, terkadang tidak. Terkadang pula, definisi kualitas yang baik menurut kacamataku berbeda dengan apa yang mereka inginkan. Terlebih ketika mereka masih belum terlalu mengerti, mengapa mama harus pergi ke kantor, sementara mama teman-temannya banyak yang selalu ada mengantarkan ke sekolah.

Meski seringkali jumlah waktu yang mereka harapkan tidak selalu dapat kupenuhi. Dengan berjalannya waktu, mereka bertambah besar dan semakin mengerti. Dan puji syukur kepada Tuhan karena mereka bertumbuh menjadi anak baik yang membanggakanku. Semua itu hanya karena karunia Tuhan, "Only because of God grace, Soli Deo Gracia.

Aku tidak ingin puas diri. Dengan karunia Tuhan yang luar biasa itu, bukan berarti aku sekedar menikmati hasil "perbuatan" Tuhan semata. Dalam waktuku yang terbatas itu, aku mencoba memilah dan memilih, mana pekerjaan yang dapat kudelegasikan pada asisten rumah tanggaku dan mana yang tidak boleh.

Mencuci, memasak, dan menyetrika , dan beberapa pekerjaan lainnya adalah beberapa tugas domestik yang bisa didelegasikan seorang ibu kepada orang lain (asisten, keluarga, dsb). Dengan pendelegasian, semua pekerjaan rumah tangga dapat terselesaikan tanpa kehadiranku. Aku hanya mengontrol, baik ketika di rumah maupun saat di kantor melalui ponsel (terimakasih pada kemajuan teknologi).

Tetapi, tugas penting yang tidak bisa dan tidak boleh didelegasikan adalah menyentuh hati anak-anakku, memeluk, mendengar keluhan, berbicara ttg masa depannya, mengusap dan mencium keningnya, dan segala sesuatu yang menyangkut hatinya dan hatiku. Meski semua pekerjaan tersebut bisa juga dilakukan oleh orang lain, tapi maknanya pastilah berbeda, ketika aku memeluk mereka dan pelukan orang lain selain aku.

Aku sudah melakukan semua itu dengan cinta, masih akan terus melakukannya dan akan selalu menyentuh hati anakku dengan cinta, tanpa perwakilan dan tidak didelegasikan.

Dan bagi kami (aku dan anak-anakku), waktu untuk berpelukan adalah waktu yang menyenangkan dan seru. Mereka bertiga akan berlomba untuk memeluk dan menciumku. Biasanya, Marchya si bungsu yang selalu kalah cepat, karena kedua kakaknya langsung akan berlari memeluk dari sebelah kiri dan kananku. Kalau sudah begini, aku akan berteriak pada Marchya yang sudah 'ngambek' :"Peluk mama dari tengah, Ca !"
Atau ketika rebutan pelukan itu berlangsung di tempat tidur, maka aku akan berteriak, "Di perut mama, Ca !" Maka Marchya segera melompat ke perutku, dan tidur di dadaku. Karena itu Marchya kujuluki "anak perut".

Sungguh menyenangkan, buatku dan buat mereka. Dan aku tidak akan pernah rela untuk mendelegasikan tugas ini...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar