Jumat, 27 November 2009

BELAJAR KALAH


Awal peristiwa : Sabtu, 27 Oktober 2007
Hari itu, di sekolah Marchya ada acara Family Day, yang diadakan di aula sekolah. Beberapa minggu sebelumnya siswa-siswa TKA dan TKB sudah mengikuti aneka perlombaan, dan hari ini adalah hari pengumumannya. Tetapi tampaknya siswa KB tidak diikutsertakan, entah kenapa. Hanya satu lomba yang menyertakan KB (Kelompok Bermain), yaitu lomba fashion show yang ditampilkan pada Sabtu itu, dan Marchya yang masih duduk di KB ikut serta juga.



Dari rumah Marchya sudah antusias mengikuti lomba fashion show. Meski belum pernah mengikuti lomba seperti itu, tapi Marchya tidak malu untuk berjalan di atas panggung, meski jalannya masih terlalu cepat dan belum memiliki irama yang teratur. Sepertinya Marchya punya bakat, tinggal mengasah, pikirku.


Tiba saat pengumuman pemenang, Marchya menunggu dengan sabar. Karena banyak lomba, lama kelamaan Marchya agak gelisah, apalagi tak satu pun lomba yang diikutinya, sehingga tak sekali pun namanya dipanggil. Pengumuman terakhir adalah lomba fashion show. Marchya menunggu dengan sabar. Pikirnya dia akan menang dan dapat hadiah, tetapi….. lagi-lagi namanya tidak dipanggil. Satu-satunya siswa KB yang menang adalah Fanya, teman Marchya.


Ketika melihat Fanya naik ke atas pentas sebagai pemenang, Marchya senang dan menepuk-nepuk punggung Fanya. Tapi ketika menyadari bahwa Fanya menang dan ia sama sekali tidak, Marchya mulai cemberut dan ‘ngambek’.


“ Kok Marchya kalah ?” demikian Marchya bertanya sambil merengek. Air matanya sudah menetes, sedih.


Sambil menggendongnya keluar dari aula, aku berusaha membujuknya.


“Marchya sekarang memang belum menang, tapi nanti kalau Marchya belajar lagi dan berusaha lagi, pasti Marchya bisa menang,” kataku berusaha menenangkan hatinya.


Tapi Marchya masih terus merengek dalam gendonganku. Hampir saja hatiku lemah, dan sudah berniat untuk membujuknya dengan berjanji untuk membelikan untuknya sebuah piala, sama seperti yang diperoleh temannya yang hari itu menang. Untung suamiku melarang dan mengingatkanku.



“ Kalah tetap kalah. Tidak ada orang kalah yang dapat piala, kecuali kalau ketentuannya bahwa semua peserta akan dapat piala. Sekarang, tinggal bagaimana cara kita untuk membuat Marchya bisa menerima kekalahan dengan lapang dada, “ kata suamiku tegas.


Aku hampir menangis melihatnya sedih. Bukan hal yang mudah memberi penjelasan tentang arti kalah dan menang bagi anak yang belum berumur 4 tahun seperti Marchya saat itu. Hari itu, akhirnya aku dapat mengalihkan pikirannya dengan hal lain. Menyanyi, bercerita, berjalan-jalan membuatnya lupa akan peristiwa hari itu.


Tetapi, ternyata di luar dugaanku, bahwa pertanyaan “Kok Marchya kalah” itu sebenarnya tidak hilang begitu saja dari hatinya. Hal ini baru kusadari di kemudian hari.



Saat itu, sudah lebih 2 minggu berlalu dari peristiwa kekalahan dalam lomba fashion show. Kebetulan aku bertanya pada Agil, pengasuh Marchya tentang urusan sekolah. Sebenarnya aku tidak menyinggung kejadian 2 minggu lalu itu, tapi tanpa sengaja aku bertanya tentang salah satu temannya yang bernama Lala. Aku tidak tahu persis yang mana yang namanya Lala, tetapi setahuku Lala adalah teman akrabnya Marchya. Pengasuhku memberitahu ciri-ciri Lala. Tetapi tanpa kuduga, tiba-tiba Marchya cemberut dan berkata sambil ‘ngedumel’,


“Kenapa sih aku kalah ? Sebal nih sama Fanya”


Aku terkejut dengan ucapannya itu. Padahal aku sama sekali tidak menyinggung nama Fanya. Saat itulah aku menyadari bahwa kekalahan bukan hal yang dapat dilupakan dengan mudah oleh Marchya. Dan tampaknya kekalahan itu membuatnya jadi tidak menyukai Fanya yang saat itu menang.



Sambil mengusap kepalanya, aku menenangkannya. Kembali aku berkata bahwa suatu saat ia akan menang kalau mau belajar lebih baik lagi dan ikut lagi. Tetapi, di luar dugaanku dia berkata ketus,


“Pokoknya Marchya nggak mau ikutan lagi !”


Aku terdiam, dan tidak berusaha membujuk lagi. Dengan lembut kutarik ke pelukanku dan mengusap-usap kepalanya, sambil berdoa dalam hati, “Tuhan, bantu Marchya untuk menerima kekalahan ini dan tidak berhenti berusaha untuk suatu saat bisa menang.”


Kejadian itu ternyata tidak hanya sampai di situ. Butuh waktu yang panjang, berbulan-bulan untuk membuatnya tidak lagi marah pada Fanya yang menang, dan tidak lagi bertanya kenapa ia bisa kalah, dan mau mencoba kembali ikut berlomba.


Ketika ia sedang marah, biasanya aku menyanyikan dua lagu yang dapat melembutkan hatinya. Membuat ia menangis sedih, tapi setelah itu tak terlalu marah lagi.


Lagu pertama :
Ajar Marchya Tuhan, menghitung hari-hari
Agar Marchya beroleh hati bijaksana.
Pimpin Marchya Tuhan, hidup dalam jalanMU
Agar semua rencanaMU digenapi.

Mulialah namaMU Tuhan, dan agung karyaMU
Pimpim Marchya, di setiap waktu
Besar setiaMU Tuhan, dan ajaiblah jalanMU
Yesus, Marchya bersyukur padaMU.


Lagu kedua :
Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu,
dan jangan bersandar kepada pengertianmu sendiri
Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu,
dan jangan bersandar kepada pengertianmu sendiri
Umur panjang di tangan kananmu, kekayaan hormat di tangan kiri,
Jalanmu pun penuh damai sejahtera senantiasa.


Sabtu, 26 April 2008
Marchya kembali ikut lomba fashion show yang diselenggarakan Wyeth di Point Square – Lebak Bulus. Kalin ini, persiapanku lebih matang, dan Marchya lebih antusias. Jauh-jauh hari aku sudah mempersiapkan baju dan asesorisnya. Mengatur dan mengajarkan Marchya berjalan dan tersenyum.



Sama seperti lomba fashion show di sekolah waktu itu, Marchya belum menang. Tetapi kini Marchya bisa menerima kekalahan ini tanpa cemberut dan bersungut-sungut. Entah karena Marchya sudah pernah mengalami, atau mungkin karena hari itu Marchya melakukan kegiatan lain juga (menyanyi dalam paduan suara bersama sekolahnya) yang membuat ia bersemangat, atau mungkin karena tidak ada seorang pun teman sekolahnya yang menang. Apapun sebabnya, buatku yang paling penting Marchya sudah dapat menerima kekalahan tanpa harus merengek.



Bravo, anak mama sudah besar !


Entah kapan ia akan menang, tetapi yang paling berharga bagiku ia tidak lagi marah karena kalah, dan tidak menyerah meskipun ia kalah lagi. Semangat yang selalu kupompakan dalam dirinya adalah untuk selalu mau mencoba lagi dan tak pernah kuatir untuk kalah. Bagi anak umur 4 tahun seumurnya, mungkin masih sulit sekali memahami kenapa dia tidak pernah menang, padahal menurut pikirannya ia sudah berusaha lebih baik.



Tugasku adalah untuk selalu menemaninya saat menerima setiap kekalahan, membantunya untuk tetap tersenyum, membangkitkan semangatnya untuk lain kali mencoba lagi, dan menemaninya berusaha memperbaiki diri dalam usahanya untuk menang. Semangat itu harus selalu terus kupompakan, tak pernah berhenti sampai kemudian suatu saat kelak ia bisa merasakan kemenangan yang diperoleh dengan usaha dan doa.



Aku berdoa, suatu saat kelak ketika umurnya telah cukup matang dan dewasa, ia dapat memahami sendiri bahwa hidup bukan hanya persoalan kalah dan menang semata. Bahwa kemenangan dan kesuksesan bukanlah merupakan tujuan hidup yang ketika dicapai setelah itu berhenti. Tapi hidup adalah menikmati setiap pertandingan, terus belajar untuk terus menjadi lebih baik. Kegagalan adalah bagian dalam perjalanan hidupnya yang tak boleh membuatnya patah semangat, tetapi membuatnya tegar, matang, dan terus memperbaiki diri. Kesuksesan adalah haknya yang Tuhan berikan padanya pada saat yang tepat, menurut waktu dan cara Tuhan, tapi kiranya jangan membuatnya jadi tinggi hati.



Pertanyaan kapan ia menang, atau kapan menjadi yang terbaik, semoga tidak akan membebani hidupnya, karena ambisi itu akan membuatnya berpusat pada dirinya semata. Selalu ada yang lebih baik daripada yang terbaik. Bila hasrat menjadi yang terbaik terlalu mendominasi pikirannya, maka ia tidak akan pernah cukup puas diri dan bersyukur.



Aku berharap kelak ia tetap berusaha untuk selalu menjadi lebih baik dengan melakukan yang terbaik, tetapi mampu mencukupkan diri dan selalu bersyukur dengan semua karunia yang Allah berikan padanya. Melakukan yang terbaik adalah kewajiban, menjadi yang terbaik adalah anugerah.


Harapan-harapanku ini juga untuk Thya dan Mantha.


Kiranya Tuhan memberkati semua harapanku ini.


Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar